Minggu, 26 Juni 2016

Birdman (2014)

"Ketika aku pergi, dia meminum racun tikus" ucap Terri, dia mendekap lengannya dengan tangannya. "mereka membawanya ke sebuah rumah sakit di Santa Fe. Disana tempat kami tinggal saat itu, sekitar sepuluh mil jauhnya. Mereka menyelamatkan nyawanya. Tapi gusinya jadi rusak karenanya."

Nukilan dialog diatas adalah bentuk kekurangutuhan lainnya dari cerita pendek What We Talk About When We Talk About Love (1981) karya Raymond Carver. Cerpen yang menarasikan ulang tentang kegaduhan bagaimana idealnya menafsir cinta (Logika lewat tokohnya; Mel McGinnis atau Emosi melalui tokoh Terri Teresa) sembari ditemani es batu, Gin dan air tonik. Cerita khas Amerika dengan jalan cerita sederhana lagi manusiawi yang menjadi ganjil dan sesak tantangan ketika diadaptasi oleh Alejandro Gonzales Inarritu kedalam komedi gelap Birdman (2014) dimana Riggan Thomson (diperankan Micahael Keaton) menembak hidungnya sendiri.

Darah tertumpah secara harfiah dan metaforis dari artis juga penonton. Darah asli yang telah lama hilang dari nadi teater Amerika tulis Tabitha Tabby Dickinson dalam Kebaikan Tak Terduga dari Ketidaktahuan, sebuah ulasan 500 kata yang ditulis Tabby di Koran Times sebagai apresiasi atas Riggan.

Diceritakan Alejandro, mantan aktor superhero birdman; Riggan Thomson terjatuh dalam pementasan drama dengan ocehan-ocehan filosofis. Bamm! Sebuah benturan kebudayaan, dari perjuangan menyelamatkan umat manusia kedalam situasi normal sehari-hari disebuah meja makan. Jika kita pada umumnya akan sulit istinja pagi hari, Riggan justru melompat dari jendela rumah sakit untuk meninggalkan kesuksesan.

Kesimpulan memang telah diambil, tapi keganjilan-keganjilan laku di sisa hidup Riggan adalah sebuah keseksian belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar