Jumat, 13 Mei 2016

Vikings (2013)

Melihat logo H kuning terpampang dibagian bawah sebelah kiri poster filmnya, saya sudah yakin akan menyukai Vikings, film seri garapan Michael Hirst ini tak hanya mengenalkan siapa Ragnar Lodbrok (diperankan Travis Fimmel mirip Brad Pitt), tapi juga kata Kamis –"Thursday" dalam inggris- diambil dari nama "Thor" Putra Odin dalam Mitologi Nordik.

"Thor memukulkan palunya" kata Floki (Gustaf Skarsgard) dalam sebuah pelayaran bersejarah menuju barat. "Aku mengerti kenapa dia marah dan harus menenggelamkan kapal kita, tak mengertikah kalian? Dia sedang merayakan."

Saya kira Floki salah, bukan Thor tapi Ragnar Lodbrok dan mungkin Floki sendiri yang justru berpesta. Sebab Ragnar memakukan mandiri mimpinya pada daratan yang disebut Inggris setelah sebelumnya bersama Earl Haraldson (Gabriel Byrne) selalu berlayar ke timur (Rusia) yang sama miskinnya dengan Skandinavia.

Ragnar Lodbrok membumikan konsep "penolakan agung" Herbert Marcuse, membangkang Negara yang dalam hal ini diwakili Earl Haraldson. Wrath of the Northmen setelah sebelumnya didahului episode Rites of Passage adalah penolakan heroik seseorang untuk ikut dalam sistem dengan menolak menikmati sekian kenyamanan yang tak perlu.

Tapi dua episode awal dari sembilan episode pada season satu Vikings tak hanya berbicara itu, ada yang lebih menarik dan karenanya klise yakni ketika Ragnar setibanya di daratan Inggris menjarah biara dan berkata pada seorang pendeta "dari semua harta yang kulihat ditempat ini kenapa kau memilih untuk menyelamatkan ini?" Pendeta itu menjawab "karena tanpa kalimat Tuhan hanya ada kegelapan" sambil memeluk kitab suci. Pendeta itu benar saya rasa, namun terlupa bahwa kalimat membutuhkan interpretasi, dan interpretasi selalu menimbulkan hegemoni yang tak jarang berujung pada totalitarianisme. Penyumbatan radikal ruang publik oleh ruang privat itu justru bisa saja mencikal kebrutalan.

Sementara Ragnor bertanya jawab, Floki diruang lain baru sekali melihat benda bernama kertas. Decak kagum Floki melihat kertas terbakar bagi saya dapat dibaca sebagai ketertinggalan Skandinavia atau juga sebagai kemajuan Inggris. Ekspansi Nordik berupaya menerabas belukar budaya itu, tapi tetap saja terus terang saya gagal melihat keterkaitan nilai falsafah Janteloven dengan maskulinitas Viking.

Ragnar Lodbrock memang bukan Dennis Rommedahl yang enggan terkenal, dan episode-episode Vikings selanjutnya; Dispossessed s.d. All Change adalah rentetan akting buruk tanpa pesan seksi. Jadi, jika tak ingin rugi maka abaikan kata-kata paling awal saya dengan berhenti melihat film mitologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar