Melihat
logo H kuning terpampang dibagian bawah sebelah kiri poster filmnya, saya
sudah yakin akan menyukai Vikings, film seri garapan Michael Hirst ini tak
hanya mengenalkan siapa Ragnar Lodbrok (diperankan Travis Fimmel mirip Brad
Pitt), tapi juga kata Kamis –"Thursday" dalam inggris- diambil dari nama "Thor" Putra Odin dalam Mitologi Nordik.
"Thor memukulkan palunya" kata Floki (Gustaf Skarsgard) dalam sebuah pelayaran bersejarah menuju barat. "Aku mengerti kenapa dia marah dan harus
menenggelamkan kapal kita, tak mengertikah kalian? Dia sedang merayakan."
Saya
kira Floki salah, bukan Thor tapi Ragnar Lodbrok dan mungkin Floki sendiri yang
justru berpesta. Sebab Ragnar memakukan mandiri mimpinya pada daratan yang
disebut Inggris setelah sebelumnya bersama Earl Haraldson (Gabriel Byrne)
selalu berlayar ke timur (Rusia) yang sama miskinnya dengan Skandinavia.
Ragnar
Lodbrok membumikan konsep "penolakan agung" Herbert Marcuse, membangkang Negara
yang dalam hal ini diwakili Earl Haraldson. Wrath of the Northmen setelah
sebelumnya didahului episode Rites of Passage adalah penolakan heroik seseorang
untuk ikut dalam sistem dengan menolak menikmati sekian kenyamanan yang tak
perlu.
Tapi
dua episode awal dari sembilan episode pada season satu Vikings tak hanya
berbicara itu, ada yang lebih menarik dan karenanya klise yakni ketika Ragnar
setibanya di daratan Inggris menjarah biara dan berkata pada seorang pendeta "dari semua harta yang kulihat ditempat ini
kenapa kau memilih untuk menyelamatkan ini?" Pendeta itu menjawab "karena tanpa kalimat Tuhan hanya ada
kegelapan" sambil memeluk kitab suci. Pendeta itu benar saya rasa, namun
terlupa bahwa kalimat membutuhkan interpretasi, dan interpretasi selalu menimbulkan
hegemoni yang tak jarang berujung pada totalitarianisme. Penyumbatan radikal ruang
publik oleh ruang privat itu justru bisa saja mencikal kebrutalan.
Sementara
Ragnor bertanya jawab, Floki diruang lain baru sekali melihat benda bernama kertas.
Decak kagum Floki melihat kertas terbakar bagi saya dapat dibaca sebagai ketertinggalan
Skandinavia atau juga sebagai kemajuan Inggris. Ekspansi Nordik berupaya
menerabas belukar budaya itu, tapi tetap saja terus terang saya gagal melihat
keterkaitan nilai falsafah Janteloven dengan maskulinitas Viking.
Ragnar Lodbrock memang bukan Dennis Rommedahl yang enggan terkenal, dan episode-episode Vikings selanjutnya; Dispossessed s.d. All Change adalah rentetan akting buruk tanpa pesan seksi. Jadi, jika tak ingin rugi maka abaikan kata-kata paling awal saya dengan berhenti melihat film mitologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar